BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »
♥♥ WELCOME IN SIANTAR COMUNITY ♥♥

Kamis, 18 Februari 2010

Wilayah Dan Tempat Umum

Letak Geografis dan Topografis
Letak Geografis :
Letak di atas permukaan laut : m dpl
Luas wilayah : 2.219 ha
Batas wilayah :
sebelah utara : Kecamatan Porsea/Sungai Asahan
sebelah selatan : Kecamatan Sigumpar dan Kecamatan Silaen
sebelah barat : Danau Toba
sebelah timur : Kecamatan Pintupohan Meranti dan Kecamatan Silaen
Jarak Kantor Camat ke Kantor Bupati Toba Samosir : + km

Pemerintahan
Kecamatan Siantar Narumonda terdiri dari 13 Desa, yaitu :
Desa Narumonda I
Desa Narumonda II
Desa Narumonda III
Desa Narumonda IV
Desa Narumonda V
Desa Narumonda VI
Desa Narumonda VII
Desa Narumonda VIII
Desa Siantar Sitio-tio
Desa Siantar Dangsina
Desa Siantar Tonga-tonga I
Desa Siantar Tonga-tonga II
Desa Siantar Sigordang

Potensi Wilayah
Jumlah penduduk : 6.357 jiwa (Oktober 2007)
Jumlah Kepala Keluarga (KK) : 633 KK (Oktober 2007)
Kepadatan penduduk : jiwa/km2
Agama Penduduk :
Kristen Protestan : 5.065 jiwa (Oktober 2007)
Islam : 316 jiwa (Oktober 2007)
Khatolik : 942 jiwa (Oktober 2007)
Aliran Kepercayaan : 34 jiwa (Oktober 2007)
Mata Pencaharian Penduduk :
Petani : 7.497 jiwa (Oktober 2007)
Wiraswasta : 541 jiwa (Oktober 2007)
Buruh : 4.145 jiwa (Oktober 2007)
PNS/TNI/Polri : 531 jiwa (Oktober 2007)

Potensi Wilayah
Penggunaan tanah : Pemukiman : 123 ha
Persawahan : 561 ha
Tanah kering/darat : 1.297 ha
Kebun rakyat : 108 ha
Fasilitas umum : 10 ha
Hutan : 120 Ha
Pariwisata : Rumah Doa di Desa Siantar Sitio-tio
Wisata alam di Desa Siantar Sigordang
Prasarana Perhubungan : Jalan Negara : 2,5 Km
Jalan Propinsi : 0 Km
Jalan Kabupaten : 42,5 Km
Jalan Desa : 44,5 Km
Prasarana Kesehatan : Puskesmas : unit
Pustu : unit
Posyandu : unit
Poskesdes : unit
Prasarana Perdagangan dan Jasa : Pasar/Pekan : unit
Koperasi Unit Desa (KUD) : unit
Koperasi non KUD : unit
Pasar Desa : unit
Prasarana Perbankan : BRI : unit
BPR : unit
Prasarana Telekomunikasi : Kantor Pos : unit
Kantor PLN : unit
Wartel : unit
Parasarana Pendidikan : SDN No. 173636 Narumonda
SDN No. 173637 Siompuompu
SDN No. 173638 Pardamean
SDN No. 173640 Sitorang Jae
SDN No. 177071 Marpaung Bagasan
SDN No. 177072 Halado
SDN No. 177675 Sigordang
SD Swasta Advent Sipitu-pitu
SMPN 1 Siantar Narumonda
SMPN 2 Satu Atap Siantar Narumonda di Sitorang Jae
SMAN 1 Siantar Narumonda
SMA Swasta Mahar Narumonda
SMTK Swasta Setia
Prasarana Peribadatan : HKBP Godung Desa Narumonda I
HKBP Hasundutan Desa Narumonda IV
HKBP Pardamean Nauli Desa Narumonda VI
HKBP Pardamean Desa Siantar Sitiotio
HKBP Sitorang Jae Desa Siantar Tonga-tonga I
GKPI Desa Narumonda II
GKPI Sigordang Desa Siantar Sigordang
HKI Sitorang Jae Desa Siantar Tonga-tonga I
GMI Siponggol Dolok Desa Narumonda IV
GSRI Sipitupitu Desa Narumonda IV
GKII Desa Narumonda IV
Gereja Pentakosta Desa Narumonda VIII
Gereja Advent Sipitupitu Desa Narumonda V
Gereja Khatolik Santo Fransiskus Desa Narumonda III
Gereja Khatolik Pangasean Desa Narumonda VII
Gereja Khatolik Aritonang Desa Siantar Dangsina
Gereja Khatolik Sigordang Desa Siantar Sigordang
Masjid Sitio-tio Desa Siantar Sitio-tio
Masjid Sitorang Jae Desa Siantar Tonga-tonga I

Menyoroti Siantar, Simalungun


SEMULA Kota Pematang Siantar dan
Kabupaten Simalungun memiliki keterikatan emosional yang sangat erat. Baik konsep pembangunan ekonomi maupun sisi kesejarahan, karena di masa pemerintahan Belanda wilayah ini menjurus terpusat ke Pematang Siantar yang terakhir dipimpin oleh Sang Na Waluh, mengadopsi konsep pembangunan wilayah ala “Ring Von Tunen”, pakar Jerman.

Kota Siantar sejatinya menjadi titik diametris kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah sekitarnya. Pembangunan ekonomi di kedua daerah (Kodya Pematang Sianar dan Kabupaten Simalungun) ibarat biji kacang dengan kulit, ditopang oleh industri olahan dan logam, produk pertanian dan perkebunan.

Anehnya, belakangan dua daerah ini berjalan sendiri-sendiri sehingga keduanya tidak mengalami kemajuan yang berarti selama 50 tahun terakhir. Grand design atau tata laksana utama ekonomi yang sebelumnya terbentuk secara alami makin kabur sehingga konsep pembangunan kewilayahannya akhirnya nihil.

Kota Siantar berkembang dengan percepatan negatif diliputi kemegahan semu di mana penduduknya sibuk dengan pikiran masing-masing. Kabupaten Simalungun yang sumber daya ekonomi terbesarnya adalah komoditas pertanian menjadi makin egois dengan membelanjakan devisa ke kota-kota lain.

Masalah penting di Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun dapat dijabarkan, antara lain pendidikan dan kesehatan, upah buruh atau karyawan, sertifikasi tanah serta kondisi konprehensif sosial ekonomi dan kultur ekonomi.

Konsep semula seharusnya berjalan dan dikembangkan kota sebagai pusat pendidikan, kesehatan dan industri jasa sedangkan Kabupaten sebagai lumbung ekonomi sumber daya.

Sayangnya, Pemerintah dan DPRD setempat mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan sangat minim, yaitu hanya sekitar 5 persen tiap tahun. Ini merupakan bukti bahwa pembenahan peran dan fungsi Pematang Siantar sebagai kota pendidikan dan kesehatan serta jasa dan bisnis, tidak pernah serius.

Pelayanan bagi Investor
Pematang Siantar dengan luas 7.991 ha dan jumlah penduduk mencapai 246.277 jiwa, sejatinya menjadi kawasan ekonomi modern. Sebab terbukti PDRB sebesar Rp7.153 miliar (tahun 2005), 72 % lebih didominasi sektor perdagangan-hotel-restoran, jasa-jasa, pengangkutan-komunitas serta industri.

Kontribusi sektor ekonomi modern ini tidak boleh dipandang sebelah mata jika hendak memompa akreditasi kota. Namun ironisnya industri yang didominasi makanan-minuman-tembakau dan harga logam dari tahun ke tahun terus merosot meski nilai investasi tercatat naik. Padahal kemurnian proses ekonomi industri sangat dibutuhkan guna mempertahankan proses akumulasi modal fisik (formatted accumulation capital).

Jika tidak, Pematang Siantar akan sangat tergantung investasi dari luar yang mustahil pada masa krisis ini. Kalau memang harus begitu maka pembuat kebijakan yakni Wali Kota dan DPRD harus merancang Peraturan Daerah yang kondusif terhadap investasi.

Selain itu, Pemkot sepatutnya segera men-training para pegawainya agar memberi pelayanan paripurna kepada investor yang pendatang. Untuk kedua hal itu, penulis belum melihat kemauan politik dan itikad khusus dari DPRD dan Pemkot Siantar selama ini.

Penduduk yang menggantungkan hidup pada perdagangan dan jasa seharusnya mendapat rangsangan, berupa pelatihan dan modal. Pelatihan dibutuhkan guna meningkatkan potensi sumber dana manusia (SDM), sedangkan Pemkot dan bank atau lembaga keuangan lainnya harus mengatur strategi agar sistem permodalan usaha dapat dikembangkan terutama kepada para pedagang kecil-menengah dan koperasi.

Hidup tanpa Harapan
Kabupaten Simalungun dengan luas 438.660 ha dan jumlah penduduk 850.312 jiwa, 62 % bekerja di sektor pertanian, tapi ibarat hidup tanpa harapan. Petani hanya menjalankan konsep hidup “yang penting jalani saja” tanpa target karena memang dibiarkan jalan sendiri.

Banyak lahan sawah beralih fungsi menjadi kebun tanaman keras, padahal daerah ini terkenal sebagai lumbung padi Sumut. Produksi gabah jalan di tempat, terbukti tahun 1996 mencapai 394.515 ton, 10 tahun kemudian atau tahun 2006 menjadi 394.439 ton. Petani makin putus asa sebab harga saprodi semacam pupuk, obat-obatan dan pemberantas hama makin meroket sementara harga gabah terus merunduk.

Distribusi pupuk ke petani sering macet, pupuk langka sehingga petani kewalahan di setiap musim tanam. Pupuk bersubsidi jadi incaran mafia pupuk untuk dijual ke pasar karena disparitas atau selisih harga cukup tinggi. Persoalan ini makin rumit karena kelalaian para pejabat. Mereka menyalahgunakan wewenang atau tidak menggunakan wewenang sebagaimana mestinya program RDKK, sehingga terjadi distorsi suplai atau pengadaan.

Dalam satu wawancara dengan Prof Dr Bungaran Saragih waktu itu Menteri Pertanian, penulis pernah menggagasi agar bukan pupuk yang disubsidi melainkan gabah petani saja. Pemerintah membeli dengan harga Rp 2.000/kg GKP bukan Rp1.200 seperti sekarang, tetapi beras tetap dijual dengan harga ekonomis.

Petani akan bergairah karena penghasilan keluarga meningkat sedangkan pupuk tetap tersedia pada harga pasar dan tidak ada lagi penyelewengan alokasi pupuk. Bungaran kelihatan mengangguk setuju namun tidak ada tindak lanjutnya.

Nilai tukar petani kian merosot, tapi pemerintah maupun DPRD belum melakukan tindakan atau bahkan sepertinya tidak mau ambil pusing. Jika dulu tiga kali panen seorang petani dengan 2 Ha sawah bisa beli sepeda motor, sekarang puluhan kali panen masih tak mampu beli sepeda sekalipun, malah utang makin menumpuk. Maka sebagian petani atau buruh tani bekerja serabutan di kota atau perkebunan sekitar, kalau tidak, ya nyolong TBS sawit alias “ninja” atau jadi TKI ke negeri jiran.

Upah Buruh dan Sertifikasi Tanah
Kondisi buruh perkebunan tak pernah berubah, kakek buruh cucu pun jadi buruh dan keadaan hidupnya tidak lebih baik. Upah buruh belum memadai dan tidak signifikan dengan tuntutan zaman, hanya cukup untuk belanja kebutuhan dasar saja. Kerja yang serupa di Malaysia, seorang pemanen sawit memperoleh gaji rata-rata Rp4 juta per bulan, sementara di sini tidak sampai separuhnya. Menopang pendidikan anak, hingga SLTA saja pun sudah payah.

Masalah yang sangat penting di Simalungun adalah sertifikasi tanah dan sengketa lahan. Tercatat sejak tahun 1993 hanya 26.237 jumlah sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh instansi terkait. Artinya, segala upaya pemerintah untuk mendorong petani memperkuat permodalan usaha, hanya omongan belaka. Kejelasan sertifikat sangat memengaruhi gairah kerja dan produktivitas peani.

Sejak reformasi bergulir, paling sengit terjadi sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan. Masyarakat dengan bukti-bukti yang mereka miliki mengklaim tanah mereka diserobot oleh perkebunan di masa Orde Baru. Sampai saat ini DPRD, Pemerintah Daerah maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum melakukan langkah penyelesaian yang meyakinkan.

Masyarakat dibiarkan dan ditinggalkan begitu saja. Padahal negara tidak akan bangkrut jika tanah rakyat yang dikuasainya melalui PTPN dikembalikan, malah rakyat makin makmur. Rakyat makmur ya negara pun makmur. Siapa pun yang jadi DPRD perlu menyimak dan memperjuangkan kepentingan rakyat ini.

Heterogenitas penduduk menyebabkan perkembangan sosial politik di Siantar Simalungun unik. Masyarakat berpandangan kritis sekaligus mudah menyerap perkembangan perpolitikan nasional. Di era reformasi, legislator atau anggota dewan perwakilan rakyat umumnya dikuasai oleh jiwa feodalistik, mungkin meniru pejabat publik pendahulunya atau profil feodal yang ditampilkan raja-raja setempat maupun penjajah di masa lalu. Sikap feodal itu sepatutnya dihilangkan, dan rakyat harus memilih dengan hati nurani dan akal sehat jangan asal memilih.

Sebagai alumnus magister ekonomi pembangunan, penulis menilai menjadi anggota DPR tidak mudah apalagi jika pendidikannya pas-pasan karena memikul beban yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan dunia akhirat. Legislator hadir untuk memajukan kondisi masyarakat melalui fungsi legislasi, yakni pembuat undang-undang termasuk Perda, pembelanjaan APBD serta pengawasan. Tapi ternyata selama ini Undang-Undang kita terpaksa direvisi terus-menerus, apalagi Perda.

Penyelenggaraan fungsi-fungsi itu harus dipahami betul oleh para calon legislator (caleg). Tetapi terbukti dari 3.000an Perda di Indonesia yang dibatalkan oleh pemerintah pusat, 82 di antaranya ada di Sumut. Semua Perda ini merugikan masyarakat dan menghambat investasi.

DRPD dipilih rakyat, tapi malah merugikan rakyat. Belajar dari pengalaman itu, maka tidak mudah melaksanakan fungsi itu, perlu energi SDM berpotensi tinggi dengan kemampuan intelektual dan pengabdian prima.***

Penulis adalah pengamat sosial dan pembangunan alumni Fak. Pertanian USU

Penjelasan

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1986
TENTANG
PERUBAHAN BATAS WILAYAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEMATANG SIANTAR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SIMALUNGUN

UMUM
1. Dasar Pertimbangan.
a. Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar dan Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun telah dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-kota Besar data Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara dan Undang-undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara.
b. Meningkatnya perkembangan pembangunan di segala bidang sekarang ini menyebabkan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan fungsi dan peranan kota-kota pada umumnya dan kota yang berstatus Kotamadya khususnya, sejalan dengan itu pertumbuhan dan perkembangan penduduk relatif meningkat. Sehingga kota-kota tersebut di dalam perkembangannya tidak mampu menciptakan suatu keserasian pengembangan antara batas wilayah administratif kota yang ada dengan batas wilayah fungsionil terhadap daerah pengembangan fisik kota, yang mengakibatkan timbul berbagai permasalahan dalam pengelolaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat.
Hal ini disebabkan kecenderungan penduduk dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan ruang, sedangkan ruang yang tersedia sangat sempit dan terbatas, terutama bagi kota-kota yang mengemban fungsi sebagai pusat pengembangan wilayah secara Nasional maupun Regional.
c. Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar di dalam proses perkembangannya mengalami peningkatan yang cukup pesat di dalam kegiatan pembangunan, sehingga meningkatkan fungsi dan peranan Kota Pematang Siantar sebagai kota industri, kota perdagangan, kota pendidikan, kota pemerintahan, dan pusat pelayanan jasa dan distribusi serta pusat pengembangan wilayah. Meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan penduduk menyebabkan meningkatnya aktivitas penduduk dalam kegiatan pembangunan, meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pemecahan kebutuhan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan ruang bagi kegiatannya.
Perkembangan demikian menimbulkan permasalahan bagi Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar dalam mengelola kotanya, khususnya di dalam rangka usaha pengaturan tata ruang,meningkatkan kwalitas lingkungan hidup perkotaan, penyediaan lokasi bagi kepentingan pembangunan dan distribusi kegiatan pembangunan serta penyediaan fasilitas/utilitas perkotami. Hal ini disebabkan luas wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar 1248 Ha dengan jumlah penduduk pada tahun 1980 sebesar 150.296 jiwa, dengan tingkat kepadatan rata-rata Kota Pematang Siantar 151 jiwa/Ha. Dalam kenyataannya luas wilayah yang efektif yang dapat digunakan untuk pembangunan hanya 80% atau 998 Ha, sedangkan sisanya 20% atau 260 Ha merupakan areal berbukit-bukit yang tidak dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.
d. Meningkatnya perkembangan fungsi Kota Pematang Siantar dan jumlah penduduk, serta terbatasnya ruang yang tersedia menyebabkan kegiatan penduduk beralih keluar batas kota (pinggiran kota), yang menimbulkan daerah perkotaan baru yang pertumbuhannya tidak terkendali. Kegiatan penduduk di daerah tersebut pada dasarnya menggunakan fasilitas dan utilitas kota, sehingga sangat mempengaruhi perkembangan dan utilitas kota serta menimbulkan permasalahan dalam pengelolaannya berada di luar kewenangan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar.
Dengan demikian, maka berbagai permasalahan tersebut di atas perlu dicarikan jalan pemecahannya, antara lain batas wilayah administratif Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar perlu diubah dan disesuaikan dengan perluasan wilayah.
2. Perluasan Wilayah.
a. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka berbagai usaha pemenuhan kebutuhan akan ruang untuk kegiatan pembangunan dan dalam rangka terselenggaranya tertib penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat, yang erat kaitannya dengan usaha peningkatan fungsi dan peranan Kota Pematang Siantar sebagai pusat pengembangan wilayah. Dipandang perlu dan sudah waktunya dilakukan penyesuaian batas wilayah, dengan memperluas wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar yang semula seluas 1248 Ha menjadi 8860 Ha.
b. Perluasan dimaksud dengan memasukkan sebagian dari wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun, yaitu 9 (sembilan) desa dari wilayah Kecamatan Siantar.
Dengan perluasan tersebut diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan akan ruang bagi pemenuhan kebutuhan kegiatan pembangunan, dalam rangka usaha mensejahterakan kehidupan masyarakat kota.
Di samping itu diharapkan akan dapat lebih memudahkan dalam pembinaan maupun dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga Kota Pematang Siantar diharapkan akan mampu berperan sebagai pusat pengembangan wilayah yang dapat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah sekitarnya.
c. Bahwa pemindahan sebagian wilayah dari Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun tersebut yang dimasukkan ke dalam wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar, pada dasarnya telah mendapatkan persetujuan dari kedua Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan dan disetujui oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara seperti yang dinyatakan dalam:
Surat Keputusan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun No.4/DPRD/1982, tanggal 19 Juni 1982 tentang persetujuan prinsip atas rencana perluasan kota, Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar, dari sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun.
Surat Keputusan DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar No.5/DPRD/XII/1981, tanggal 22 Desember 1981 tentang Persetujuan Penetapan Rencana Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar.
Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No.135/12788 tanggal 5 Juni1984 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar.
d. Dengan perubahan batas wilayah administratif Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan yang mengatur batas-batas wilayah administratif Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar dan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penetapan batas-batas wilayah baru secara pasti antara wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar dan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, setelah mempertimbangkan usul dan saran Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara, yang didasarkan atas hasil penelitian dan pengukuran (pematokan) secara pasti dan jelas di lapangan.
Penelitian, pengukuran (pematokan) di lapangan batas-batas baru dimaksud dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Pematang Siantar.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Yang dimaksud dengan batas-batas wilayah dalam pasal ini adalah bukan batas-batas wilayah baru yang pasti sebagaimana dimaksud dalam penjelasan umum.

Pasal 4
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar yang semula mempunyai 4 (empat) wilayah Kecamatan, setelah diperluas selanjutnya ditata kembali menjadi 8 (delapan) wilayah Kecamatan.

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Wilayah Kecamatan Siantar, Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun yang semula merupakan 1 (satu) wilayah Kecamatan, setelah dikurangi 9 (sembilan) desa untuk wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar dan mengakibatkan adanya beberapa desa yang terputus dari wilayah Kecamatan induk dan keadaan geografis yang tidak mendukung kelancaran pembinaan wilayah maka perlu adanya penataan kembali wilayah.

Pasal 7
Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun di bagian luar merupakan batas-batas wilayah lama dan cukup jelas. Sedangkan batas wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun di bagian dalam disesuaikan dengan batas wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematang Siantar secara pasti sebagaimana dimaksud dalam penjelasan umum.

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1986 NOMOR 3328

Instruktur

Pendidikan

Di kota Pematangsiantar terdapat Sekolah Tinggi Theologia HKBP, yang kampusnya terletak di Jl. Sangnawaluh No. 6. Juga terdapat Universitas Simalungun atau disingkat USI. Selain itu kota ini juga tempat dimana Akademi seperti AMIK Parbina Nusantara berdiri. Terdapat juga sekolah-sekolah swasta besar seperti Methodist, Sultan Agung, Kalam Kudus, Taman Asuhan, Taman Siswa,SMK PARBINA NUSANTARA,SMA BUDI MULIA dan SMA Seminari. Sekolah-sekolah swasta tersebut telah menghasilkan murid-murid berprestasi yang bertanding di ajang-ajang olahraga nasional. Secara total, Pematang Siantar memiliki 160 Sekolah Dasar, 43 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 28 Sekolah Menengah Umum, dan 7 Universitas/Akademi.

Di kota ini juga terdapat Museum Simalungun yang berisi koleksi peninggalan sejarah dan budaya Simalungun. Museum ini dikelola oleh Yayasan Museum Simalungun, dan berlokasi di Jalan Jendral Sudirman, diantara kantor Polres Siantar dan GKPS Sudirman.


Kesehatan

Terdapat 7 buah Rumah Sakit dari berbagai kategori di Pematang Siantar dengan kapasitas 597 tempat tidur. Salah satu yang terbesar adalah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Djasamen Saragih, dengan kapasitas 220 tempat tidur, yang dilayani oleh 7 dokter umum, 3 dokter gigi, dan 25 dokter spesialis.

Rumah sakit di atas dibantu oleh 17 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dan 10 Puskesmas pembantu. Selain itu terdapat 17 Balai Pengobatan Umum (BPU) dan 235 Pos Pelayanan Terpadu (Pos Yandu).


Transportasi

Pematang Siantar dapat diakses melalui 2 sarana transport darat, Bus dan Kereta Api. Secara umum, transportasi dalam kota dilayani oleh sarana Angkutan Kota dan Becak Motor atau Becak Sepeda. Terminal Bus terbesar di Pematang Siantar terdapat di Terminal Parluasan, yang merupakan titik transit bagi hampir seluruh Angkutan dalam dan luar Kota.

Kota Pematangsiantar

Kota Pematangsiantar adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera. Kota ini memiliki luas wilayah 79,97 km2 dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa (2000).

Kota Pematangsiantar yang hanya berjarak 128 km dari Medan dan 52 km dari Parapat sering menjadi kota perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba. Sebagai kota penunjang pariwisata di daerah sekitarnya, kota ini memiliki 8 hotel berbintang, 10 hotel melati dan 268 restoran. Di kota ini masih banyak terdapat sepeda motor BSA model lama sebagai becak bermesin yang menimbulkan bunyi yang keras.

Walau berstatus kota, namun saat ini Pematangsiantar masih menjadi ibukota Kabupaten Simalungun. Ibukota Kabupaten simalungun direncanakan akan dipindahkan secara resmi ke Pematangraya pada tahun 2007, namun sampai saat ini terus mengalami penundaan walaupun infrastruktur sudah disiapkan.

Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 Adam Malik, lahir di kota ini pada 22 Juli 1917. Kota ini pernah menerima Piala Adipura pada tahun 1993 atas kebersihan dan kelestarian lingkungan kotanya. Sementara itu, karena ketertiban pengaturan lalu lintasnya, kota ini pun meraih penghargaan Piala Wahana Tata Nugraha pada tahun 1996.

Sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari total kegiatan ekonomi di tahun 2000 yang mencapai Rp 1,69 trilyun, pangsa pasar industri mencapai 38,18 persen atau Rp 646 milyar. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyusul di urutan kedua, dengan sumbangan 22,77 persen atau Rp 385 milyar.

Sepintas Kota

Kota Pematangsiantar yang terletak pada garis 3º01’09” - 2º54’40” lintang utara dan 99º6’23” - 99º1’10” Bujur Timur, berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Simalungun dengan luas 79,97 km2 dan terletak 400 meter di atas permukaan laut.

Menikmati kota Pematangsiantar yang berhawa sejuk akan memberikan ribuan impian dengan letak yang strategis pada jalur lintasan dari Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara), yang dapat ditempuh ± 3 1/2 jam perjalanan menuju kota wisata Parapat dan Danau Toba serta sekaligus merupakan perantara antara kota-kota di wilayah pantai timur dengan berbagai kota di wilayah dataran tinggi dan pantai barat Sumatera Utara.
Kota Pematangsiantar dengan letaknya yang strategis menambah dinamika kehidupan di kota yang berpenduduk hampir seperempat juta jiwa ini. Keaneka ragaman agama dan sosial budaya mutlak dipertimbangkan dalam merumuskan program pembangunan dalam memelihara ketertiban, kemanan, kerukunan antar umat beragama dan kerja sama antar etnis.

images1
images1


Pada waktu siang atau malam hari kehidupan di kota ini sepertinya tak pernah surut dilihat dari aktivitas masyarakatnya. Dengan udaranya yang sejuk dan airnya yang bening dimana-mana, kehidupan di kota ini aman dan kondusif menghidupkan perekonomian masyarakatnya.

Dengan keadaan tersebut, kota Pematangsiantar mempunyai nilai positif tersendiri untuk berinvestasi karena disamping aman, tertib dan tentram, jumlah penduduk yang relatif banyak dan bahan baku yang mencukupi khususnya yang berasal dari daerah interland.

images1
images1
images1

Kecamatan

images1
Kantor Camat Siantar Marihat
images1
Kantor Camat Siantar Selatan
images1
Kantor Camat Siantar Barat

Kota Pematangsiantar terbagi atas 6 Kecamatan yaitu :

No.
Kecamatan
Luas Wilayah
(km2)

Jumlah Penduduk
(jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
1.
Siantar Martoba
40,75
50.021
1.228
2.
Siantar Marihat
25,83
32.001
1.239
3.
Siantar Timur
4,52
43.331
9.587
4.
Siantar Selatan
2,02
21.313
10.551
5.
Siantar Utara
3,65
50.368
13.799
6.
Siantar Barat
3,21
47.401
14.790
Pematangsiantar
79,97
244.435
3.057

images1
Kantor Camat Siantar Timur
images1
Kantor Camat Siantar Utara
images1
Kantor Camat Siantar Martoba